Tak usah berlagak tegak jika esok atau lusa bisa ditebak. Untuk apa berusaha terlihat memesona jika kedepannya kembali tak berdaya. Begitulah kadang awalan. Tak sebagaimana pada per-awal-an.
Hal yang lumrah ketika semuanya berubah. Hal yang biasa ketika pada akhirnya kembali pada semula. Yang berbekas tetaplah masih ada. Yang kemudian hilang tetaplah masih ada.
Tuhan memberikan kemudahan. Hanya saja manusia-manusia banyak aturan. Aturan dibuatnya, katanya untuk keberaturan. Namun di lapangan apalagi untuknya dan golongannya justru saling bertabrakan.
Tertawa lantaran duka. Bahagia sebab terluka. Arak-arakan angin saling bertabrakan. Debu menjadi klimaks sebelum menetap pada daun dan bebatuan. Burung-burung terpekur menunggu tangis reda perempuan dan laki-laki di dekat luapan kali bercampur duka dan nestapa.
Bila masih di dasaran tangga paling bawah, tidak dianggap. Bila sudah naik tangga (walau tak sampai di puncak tangga), berebut aku-mengakui -padahal dulu dibuang dan dianggap sebelah mata.