Untukmu nona yang masih belia, tak tahu soal banyak kehidupan, berlagak banyak tahu tentang banyak hal. Padahal ada sesuatu yang tak kau ketahui banyak indukmu. Gayamu seperti penengah, tapi kau bukan apa-apa. Lagakmu layaknya preman, petetang-peteteng, siapa yang tak sopan—menurutmu—kau pelototi dengan keempat matamu yang sebetulnya lemah dalam segala hal. Tingkahmu bagaikan super star, merasa kau segala-galanya, siapa yang butuh datang kemari, jika tak butuh buat apa juga melihat apalagi menyapa, menurutmu, kau dibutuhkan oleh mereka-mereka, padahal mereka-mereka itu menjadikanmu sebagai penggenap saja, macamlah sekadar butuh untuk sementara waktu. Gayamu paling tahu tapi tak banyak tahu, suka ngatur tapi enggan diatur, senang menyuruh tetapi tidak mau disuruh, ingin dihormati dan dihargai namun tak bisa.
Untukmu nona yang masih belia. Kau tak tahu begitu banyak hal. Namun gayamu seakan tahu banyak hal. Kau pun suka mendengar secara diam-diam, tetapi enggan didengarkan ketika kau berbisik, ucap-berucap pada lorong-demi lorong kosong seperti ucapmu yang kandung banyak drama, pandai main tipu muslihat dan miliki letak nyaman bagi anak-anak ular. Kau seperti indukmu. Lagaknya di depan amatlah baik, tetapi tak di belakang. Inginnya dihargai, tetapi tidak mengerti bagaimana cara menghargai—kalau pun paham, enggan melakukannya, sebab pantang baginya menghargai. Kau pun sama seperti saudara tertuamu. Besar bicara. Alih-alih untuk mencari solusi agar segalanya terselesaikan olehmu, tapi nyatanya besar bicaramu itu untuk kemenangan dan kepentinganmu sendiri. Agar semua mata melihat, bahwasannya kau hebat. Namun, kau di kata orang yang tahu tentangmu, tertawa dalam hati seraya mengumpan dan simpan riak lantaran tahu niat dan kebiasanmu.
Untukmu nona yang masih belia. Agaknya kepalamu disesaki oleh lembar demi lembar mata uang mainan, sehingga kau menjadi rakus pada soal-soal yang memiliki nilai rupiah. Bahkan kau pun ada ada hanya karena uang, bukan karena kewajiban atau naluri sebagai manusia yang memang seharusnya tiba saat diharap datang. Dan bukankah kau masih belia? Mengapa kau sudah bergelut dengan harta benda? Sampai-sampai kau memperbolehkan segala cara. Tak mengindahkan pada hati orang-orang terdekatmu. Apakah nilai dari segala nilai kehidupan ini bagimu adalah tentang uang, harta benda? Lalu bagaimana dengan saudara, teman, dan orang tuamu? Ataukah memang kau bahagia dengan uang dan harta benda meskipun, kau kesepian tanpa teman dan orang tua? Nona yang masih belia, segalanya bisa dinilai dengan suatu nilai yang bisa ditukarkan oleh mata uang, tetapi ada suatu kebahagiaan dan ketentraman yang tak bisa dinilai dengan mata uang. Cobalah kau keluar atau sebentar berinteraksi dengan kawan temanmu. Jangan di dalam saja dan jangan merasa dibutuhkan. Apalagi kau katanya takut matahari yang membakar tubuh dan mengubah kulitmu menjadi coklat sawo matang. Untuk apa takut warna kulit putihmu menjadi coklat sawo matang, nona yang masih belia. Kelak kau nanti saat tua, kulitmu akan mengeriput. Bahkan saat kau kehilangan ruhmu, kau akan tinggal tulang belulang.
Untukmu nona yang masih belia. Kurangi ikut campurmu pada orang yang punya kesibukan dan kepentingan sendiri. Kurangi ingin tahumu pada pembicaraan-pembicaraan yang memang kau tak patut mendengarkannya, meskipun kau mengatakan kau berhak atas apa yang harus kau dengarkan—kau juga tak mau 'kan, jika apa yang tidak ingin kau dengarkan ke orang lain atau orang terdekatmu, lalu terdengar oleh mereka. Soal harta benda dan nilai mata uang. Gunakan dengan bijak. Dan ketahuilah, kebersamaan dan kebahagian keluarga bukan hanya dinilai dengan mata uang. Pada dasarnya memang itu dibutukan, pada khususnya, mereka ingin punya waktu bersama, meskipun waktu itu tak begitu lama dan panjang. Kau pun jika tak mampu menjadi penengah, alangkah baiknya tak perlu kau lakukan. Setidaknya kau mengerti mana yang boleh kau masuki dan mana yang tak boleh kau masuki. Dan hati-hati, anak-anak ular yang kau pelihara dengan baik, kelak akan diam-diam membunuhmu dengan perlahan dan pasti.
- Drew Andre A. Martin -
Komentar
Posting Komentar